Bank Indonesia Intervensi Rupiah, Cadangan Devisa RI Susut Hingga US$4,6 Miliar

Cadangan devisa Indonesia turun jadi US$152,5 miliar pada akhir April 2025
Bank Indonesia melaporkan bahwa jumlah cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2025 mengalami penurunan menjadi US$152,5 miliar. Penurunan ini terjadi di tengah langkah intervensi yang dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Angka tersebut mengalami penurunan sebesar US$4,6 miliar dari posisi sebelumnya pada akhir Maret yang berada di angka US$157,1 miliar. Kendati mengalami penurunan, Bank Indonesia memandang bahwa posisi tersebut masih relatif kuat dan tetap menopang ketahanan ekonomi nasional.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menyampaikan bahwa penurunan cadangan devisa ini merupakan dampak dari dua faktor utama. Pertama adalah pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah, dan kedua adalah intervensi pasar oleh BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Menurut Denny, tekanan pasar keuangan global yang meningkat mendorong BI untuk melakukan langkah stabilisasi. Intervensi tersebut dilakukan khususnya di pasar NDF (Non-Deliverable Forward) offshore sejak awal April, termasuk saat libur Lebaran.
Jumlah cadangan devisa April 2025 ini merupakan yang terendah sejak November 2024, ketika posisi tercatat sebesar US$150,2 miliar. Sedangkan penurunan bulanan sebesar US$4,6 miliar menjadi yang terbesar dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Walaupun demikian, cadangan devisa ini tetap menunjukkan kuatnya ketahanan sektor eksternal Indonesia. Bank Indonesia mencatat bahwa jumlah tersebut cukup untuk membiayai 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Nilai ini juga berada jauh di atas batas kecukupan internasional yang biasanya hanya sekitar 3 bulan impor. Dengan demikian, cadangan devisa Indonesia dinilai masih sangat mencukupi untuk merespons tekanan eksternal.
Bank Indonesia menilai bahwa ketahanan sektor eksternal dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Hal ini didukung oleh prospek ekspor yang solid serta potensi surplus di neraca transaksi modal dan finansial.
Denny menegaskan bahwa cadangan devisa sebesar US$152,5 miliar tetap menjadi penopang utama kepercayaan pasar. Ini juga memperkuat persepsi positif investor terhadap daya tarik ekonomi Indonesia dan potensi imbal hasil yang kompetitif.
Bank Indonesia, kata Denny, akan terus bersinergi dengan pemerintah untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Tujuannya adalah mempertahankan stabilitas makroekonomi demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penurunan cadangan devisa sendiri sudah diperkirakan oleh sejumlah ekonom. Hal ini terjadi karena nilai tukar rupiah sempat menembus level Rp17.100 per dolar AS di pasar offshore seperti Hongkong, Eropa, dan New York.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, sebelumnya memperkirakan cadangan devisa akan berkisar di antara US$154 miliar hingga US$157 miliar per akhir April. Intervensi BI disebut menjadi faktor utama penyebab penurunan tersebut.
Meski neraca perdagangan menunjukkan surplus pada April, rupiah masih berada dalam tekanan. Ketidakpastian global dan arus keluar dana asing dari pasar domestik terus mempengaruhi nilai tukar.
Dalam kondisi seperti ini, Bank Indonesia diperkirakan akan tetap aktif melakukan stabilisasi. Tujuannya adalah menjaga kestabilan rupiah agar tidak terlalu terdepresiasi terhadap dolar AS.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, Erwin Gunawan Hutapea, turut memberikan penjelasan. Ia menyebut bahwa intervensi BI berhasil menahan pelemahan lebih lanjut dan bahkan mendukung penguatan rupiah.
Per 6 Mei 2025, nilai tukar rupiah tercatat menguat 2,7% dibandingkan posisi pada 7 April 2025. Tren positif ini berlanjut didorong oleh optimisme pasar terhadap negosiasi Amerika Serikat dengan sejumlah mitra dagangnya.
Pada awal Mei hingga tanggal 6, rupiah di pasar spot tercatat menguat hampir 1% terhadap dolar AS. Hal ini memperlihatkan efektivitas langkah stabilisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Dalam menghadapi dinamika pasar global, cadangan devisa tetap menjadi instrumen vital bagi ketahanan ekonomi. BI pun terus memantau perkembangan eksternal agar dapat mengambil kebijakan moneter yang tepat dan responsif.
Penurunan cadangan devisa memang perlu dicermati, namun bukan sinyal melemahnya ekonomi. Justru, langkah BI yang proaktif dalam menjaga rupiah menunjukkan komitmen terhadap kestabilan dan keberlanjutan ekonomi nasional. (dda)