Isu pembagian uang ilegal yang melibatkan aparat Polsek dan Koramil di Way Kanan kembali mencuat setelah Kolonel Eko Syah Putra memberikan pengakuan mengejutkan terkait dugaan praktik “bagi-bagi duit” yang konon berasal dari aktivitas ilegal.
Ungkapan tersebut membuka tabir praktik korupsi dan penyimpangan yang terjadi di lingkungan aparat, sekaligus menyoroti adanya hubungan yang mencurigakan antara pihak kepolisian dan TNI dalam konteks pemberian setoran uang hasil judi, terutama judi sabung ayam.
Kasus ini mulai mencuat ketika berbagai pihak mulai memperhatikan adanya pola pembagian uang yang tidak wajar di beberapa satuan kerja Polsek dan Koramil di wilayah Way Kanan. Uang yang diduga berasal dari hasil kegiatan perjudian ilegal, khususnya sabung ayam, rupanya disalurkan ke sejumlah oknum aparat. Kolonel Eko Syah Putra, yang dikenal dengan keberaniannya mengungkap kasus-kasus internal, mengatakan bahwa uang tersebut didistribusikan dengan sistem yang tidak transparan. Menurutnya, tindakan semacam ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi, tetapi juga berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum dan militer.
Dalam pernyataannya, Kolonel Eko Syah Putra mengungkapkan bahwa praktik bagi-bagi duit ini dilakukan secara sistematis. Menurutnya, uang hasil judi sabung ayam dan kegiatan ilegal lainnya tidak langsung disetor ke kas negara, melainkan dibagi-bagi kepada beberapa pihak di internal Polsek dan Koramil. Pengakuan ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat seharusnya setiap penerimaan uang yang bersifat kriminal harus segera diusut dan diserahkan kepada aparat penegak hukum yang berwenang.
Kolonel Eko menekankan bahwa hal tersebut mencerminkan lemahnya mekanisme pengawasan internal di lingkungan aparat. Proses pemberian setoran uang yang tidak melalui jalur resmi, bahkan terkadang dilakukan secara lisan atau melalui perantara, membuka peluang bagi oknum untuk memperkaya diri secara tidak sah. Ia pun menambahkan bahwa kejadian ini merupakan cerminan dari budaya kerja yang sudah lama mengakar di beberapa institusi, di mana hubungan kekeluargaan dan loyalitas sering kali mengesampingkan profesionalisme.
Lebih lanjut, ungkapan Kolonel Eko mengindikasikan bahwa praktik ini tidak hanya melibatkan oknum polisi, melainkan juga beberapa personil TNI. Dalam konteks ini, sejumlah uang yang diduga berasal dari aktivitas perjudian digunakan sebagai “setoran” untuk mengimbangi kerugian atau sebagai bentuk kompensasi atas tindakan yang tidak semestinya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar, mengingat kedua institusi tersebut memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Keterlibatan kedua institusi dalam kasus semacam ini jelas menjadi masalah serius, karena mencerminkan adanya kolusi internal yang berpotensi merusak integritas lembaga. Bila praktik seperti ini terus berlanjut, maka kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan militer akan semakin menurun, yang pada akhirnya berdampak pada stabilitas keamanan nasional.
Pemberitahuan tentang kasus bagi-bagi duit di lingkungan Polsek dan Koramil membuka peluang bagi aparat berwenang untuk melakukan investigasi menyeluruh. Para pejabat tinggi diharapkan segera mengambil langkah tegas dengan membentuk tim internal yang independen guna menyelidiki akar permasalahan ini. Penerapan disiplin yang konsisten serta pemberian sanksi tegas kepada para oknum yang terbukti terlibat merupakan langkah awal yang harus ditempuh untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Di samping itu, mekanisme pengawasan internal perlu ditingkatkan. Sistem pelaporan yang transparan dan audit berkala terhadap keuangan serta transaksi internal di lingkungan aparat harus segera diimplementasikan. Dengan demikian, setiap indikasi penyimpangan keuangan bisa segera terdeteksi dan diantisipasi sebelum berkembang menjadi kasus yang lebih besar.
Tidak heran jika publik mulai menunjukkan reaksi keras terhadap adanya dugaan praktik korupsi yang melibatkan aparat di Way Kanan. Masyarakat, yang sudah lama mengharapkan reformasi dan transparansi dari institusi penegak hukum, kini merasa dikhianati. Berita tentang praktik bagi-bagi duit ini menjadi sorotan utama, tidak hanya di kalangan aktivis anti korupsi, tetapi juga masyarakat umum yang menginginkan perubahan nyata di sektor keamanan.
Bagi sebagian warga, kasus ini menjadi gambaran nyata dari betapa sistem yang ada masih rentan terhadap praktik korupsi dan kolusi internal. Mereka mengharapkan agar aparat tidak hanya fokus pada tugas operasional, tetapi juga pada pencegahan praktik-praktik ilegal yang bisa mencoreng nama baik institusi. Selain itu, peristiwa ini juga memicu diskusi di berbagai forum publik mengenai pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum.
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi seluruh institusi keamanan untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem kerja dan budaya internal. Kolonel Eko Syah Putra sendiri menyatakan bahwa reformasi harus segera dilakukan agar praktik-praktik semacam ini tidak terus berlanjut. Hal ini mencakup pembenahan struktur internal, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat dan transparan.
Reformasi juga harus melibatkan pendekatan multi sektor, dengan sinergi antara aparat penegak hukum, pengawas internal, dan lembaga antikorupsi. Penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu menjadi kunci utama dalam mencegah penyalahgunaan wewenang serta praktik-praktik ilegal di lingkungan aparat. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan mengenai etika dan integritas juga harus menjadi prioritas, agar setiap anggota aparat memiliki pemahaman yang kuat mengenai nilai-nilai kejujuran dan profesionalisme.
Meskipun terdapat kesadaran untuk melakukan perubahan, namun tantangan besar masih menghambat reformasi di lingkungan aparat. Tekanan internal berupa jaringan kekeluargaan dan loyalitas antar rekan kerja sering kali menghalangi upaya pengungkapan kebenaran. Di sisi lain, tekanan eksternal dari masyarakat yang menuntut transparansi dan akuntabilitas membuat situasi semakin kompleks.
Namun, dengan adanya pengakuan terbuka dari Kolonel Eko Syah Putra, setidaknya ada celah bagi perubahan positif untuk segera terjadi. Keberanian seorang pejabat tinggi dalam mengungkap kebenaran merupakan langkah awal yang sangat penting. Ini diharapkan dapat mendorong aparat lain untuk lebih terbuka dalam menangani masalah internal dan menolak praktik korupsi yang sudah mengakar.
Kasus bagi-bagi duit di lingkungan Polsek dan Koramil Way Kanan yang diungkap oleh Kolonel Eko Syah Putra memberikan gambaran nyata tentang kompleksitas permasalahan internal di institusi penegak hukum. Praktik ilegal yang melibatkan uang hasil perjudian dan pemberian setoran secara tidak resmi menandakan adanya celah serius dalam sistem pengawasan internal. Hal ini tentunya harus segera diatasi melalui reformasi menyeluruh yang melibatkan peningkatan transparansi, penegakan disiplin yang ketat, serta sinergi antara aparat dan lembaga pengawas.
Perubahan yang konstruktif dan reformasi integritas harus menjadi prioritas agar kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dapat kembali pulih. Kasus ini menjadi momentum penting untuk membangun sistem yang bersih dan profesional, di mana setiap tindakan koruptif tidak lagi ditoleransi. Semoga pengakuan dan upaya perbaikan yang telah disampaikan dapat segera diwujudkan, sehingga institusi kepolisian dan militer dapat kembali menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan dedikasi untuk melayani masyarakat.
Dengan semangat transparansi dan akuntabilitas, tantangan ke depan harus dihadapi bersama demi menciptakan sistem keamanan yang lebih bersih dan bebas dari praktik ilegal. Masyarakat pun berharap agar setiap langkah reformasi membawa perubahan nyata dan memperkuat fondasi kepercayaan antara aparat dan publik, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.