Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuat aturan baru mengenai kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sinyal kuat bahwa aturan baru mengenai kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) akan terbit sebelum Lebaran atau pada 31 Maret 2025. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada beberapa komoditas utama seperti batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.
Kenaikan tarif royalti ini dilakukan sejalan dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian ESDM. Selain itu, revisi peraturan juga mencakup perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 yang mengatur perlakuan perpajakan dan/atau PNBP di sektor pertambangan batu bara.
Pemerintah menilai bahwa revisi aturan ini diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan. Dengan penyesuaian tarif royalti, pemerintah berharap dapat memperoleh kontribusi lebih besar dari eksploitasi sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkapkan bahwa draf revisi peraturan tersebut saat ini telah berada di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurutnya, proses pembahasan hampir rampung sehingga aturan baru kemungkinan besar bisa diterbitkan sebelum Idulfitri tahun ini.
“Ini sudah tanggal berapa? Mungkin lah ya [terbit sebelum Lebaran],” ujar Tri dalam sebuah acara di The St. Regis Jakarta pada Selasa (18/3/2025). Dengan demikian, para pelaku usaha di sektor pertambangan harus mulai bersiap menghadapi perubahan kebijakan ini dalam waktu dekat.
Meskipun pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini diperlukan, wacana kenaikan tarif royalti minerba justru menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan pengusaha tambang. Sejumlah pelaku usaha mengaku khawatir terhadap dampak kebijakan tersebut terhadap keberlangsungan bisnis mereka.
Para pengusaha menilai bahwa kenaikan tarif royalti akan meningkatkan biaya operasional mereka. Jika beban biaya semakin besar, maka mereka khawatir profitabilitas perusahaan akan terganggu dan daya saing industri pertambangan nasional bisa melemah.
Tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) akan naik sebelum Lebaran
Tri Winarno pun mengakui adanya keluhan dari pengusaha terkait kebijakan ini. Menurutnya, pihaknya telah menerima sejumlah protes yang diajukan oleh para pelaku industri tambang, yang mayoritas menilai kebijakan ini merugikan mereka.
Namun, ia menilai bahwa keberatan yang diajukan oleh para pengusaha belum disertai dengan analisis yang komprehensif. Sebagian besar pengusaha hanya menyampaikan bahwa kenaikan tarif royalti akan membuat mereka rugi tanpa menjelaskan secara rinci bagaimana dampaknya terhadap bisnis mereka.
“Kami masih menerima beberapa masukan dari berbagai pihak, tetapi masukannya itu tidak komprehensif. Artinya, ‘kami akan rugi’. Lho, angka ruginya sebelah mana?” kata Tri. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan untuk menaikkan tarif royalti minerba.
Bahkan, menurut Tri, pihaknya telah mempelajari laporan keuangan minimal 10 perusahaan dari setiap sektor yang terdampak. Dari hasil kajian tersebut, pemerintah menyimpulkan bahwa kenaikan tarif royalti tidak akan secara langsung merugikan industri pertambangan.
“Kami dari pemerintah sudah memeriksa laporan keuangan, kita exercise. Tidak satu atau dua perusahaan saja, minimal 10 untuk masing-masing klaster. Jadi, saya rasa almost finish lah untuk pembahasan royalti,” ungkap Tri.
Menurut Tri, kenaikan tarif royalti ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan. Pemerintah ingin memastikan bahwa eksploitasi sumber daya alam memberikan manfaat yang lebih besar bagi negara dan masyarakat.
Sementara itu, kalangan pengusaha tambang berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini agar tidak berdampak negatif terhadap industri pertambangan nasional. Mereka menilai bahwa kenaikan tarif royalti bisa berdampak pada investasi di sektor minerba dan menurunkan daya tarik bagi investor asing.
Beberapa pengusaha juga mengkhawatirkan potensi peningkatan biaya produksi akibat kebijakan baru ini. Jika biaya operasional meningkat signifikan, maka daya saing industri tambang Indonesia di pasar global bisa terpengaruh, yang pada akhirnya berpotensi menurunkan ekspor minerba ke pasar internasional.
Meski demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa kebijakan ini tidak akan melemahkan industri pertambangan. Tri menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai simulasi agar kebijakan ini tetap berkeadilan bagi semua pihak dan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pemerintah juga berencana untuk mengadakan dialog lebih lanjut dengan para pelaku industri pertambangan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa semua pihak memahami alasan di balik kebijakan kenaikan tarif royalti dan mencari solusi terbaik bagi industri maupun pemerintah.
Jika aturan baru ini resmi diterapkan, maka perusahaan tambang harus segera menyesuaikan strategi bisnis mereka. Mereka perlu mengkaji ulang struktur biaya operasional dan mencari cara untuk tetap kompetitif di tengah kebijakan yang baru agar tidak kehilangan peluang di industri pertambangan global.
Di sisi lain, pemerintah berharap kebijakan ini dapat mendorong tata kelola pertambangan yang lebih transparan dan berkelanjutan. Dengan penerimaan negara yang meningkat, dana yang diperoleh dari sektor minerba bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, program kesejahteraan masyarakat, serta pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Sebagai contoh, peningkatan penerimaan negara dari royalti minerba dapat dialokasikan untuk proyek pembangunan jalan, pelabuhan, serta infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, dana tambahan ini juga bisa dimanfaatkan untuk program pendidikan dan kesehatan di daerah-daerah penghasil tambang agar manfaat dari industri ini dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Pemerintah juga berencana untuk meningkatkan pengawasan terhadap industri pertambangan guna memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Dengan kebijakan yang lebih ketat, diharapkan perusahaan tambang dapat lebih bertanggung jawab dalam kegiatan operasional mereka, termasuk dalam aspek lingkungan dan sosial.
Selain itu, kenaikan tarif royalti ini juga bisa menjadi momentum bagi perusahaan tambang untuk meningkatkan efisiensi dalam kegiatan operasional mereka. Dengan penerapan teknologi yang lebih canggih dan manajemen yang lebih baik, perusahaan dapat mengurangi biaya produksi meskipun tarif royalti meningkat.
reaksi beragam, pemerintah yakin bahwa kebijakan ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian nasional dan memastikan bahwa eksploitasi sumber daya alam dapat memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat.
Namun, pemerintah juga harus memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan dengan mempertimbangkan kondisi industri dan tantangan yang dihadapi pelaku usaha. Dengan komunikasi yang baik antara pemerintah dan industri, diharapkan kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap sektor pertambangan nasional. (dda)