AS Naikkan Tarif Pajak Impor Menjadi 245 Persen, Begini Tanggapan China

Kenaikan Pajak dari AS
Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah Washington resmi menaikkan tarif pajak impor terhadap berbagai produk asal China.
Kenaikan ini mencapai angka mengejutkan, yakni hingga 245 persen, yang tentu saja memicu berbagai reaksi dari Beijing.
Langkah ini dipandang sebagai bagian dari strategi AS untuk menekan dominasi industri China, khususnya di sektor kendaraan listrik, semikonduktor, hingga produk teknologi canggih lainnya.
Kebijakan ini diumumkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden sebagai tindak lanjut dari peninjauan kebijakan perdagangan era Trump, yang telah menargetkan barang-barang buatan China dengan tarif tinggi sejak 2018.
Dengan penguatan tarif baru ini, suasana hubungan dagang kedua negara kembali masuk ke babak baru yang lebih agresif.
Tarif Pajak Naik Hingga 245 Persen, Apa Saja yang Terkena Dampak?
Kebijakan terbaru AS menaikkan tarif impor ini secara signifikan berdampak pada beberapa sektor strategis, di antaranya:
- Kendaraan listrik (EV): Tarif naik dari 25% menjadi 100%
- Baterai lithium-ion: Dari 7,5% menjadi 25%
- Semikonduktor: Dari 25% menjadi 50%
- Produk medis tertentu (seperti peralatan bedah): Juga mengalami peningkatan
- Kendaraan lainnya dan suku cadang tertentu: Tarif dinaikkan bertahap, bahkan mencapai 245%
Tujuan utama AS dalam kebijakan ini adalah mengurangi ketergantungan pada produk China, sekaligus mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Namun di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan risiko baru dalam hubungan ekonomi global.
Respons Tegas dari Pemerintah China

Perang Dagang Antara AS dan China
Tak butuh waktu lama, pemerintah China merespons keras keputusan tersebut. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa langkah AS sebagai tindakan “sepihak” dan “proteksionis” yang melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Beberapa poin pernyataan dari China antara lain:
- Menyatakan bahwa AS telah menciptakan ketidakpastian besar dalam perdagangan global
- Menuduh AS berusaha menghambat pertumbuhan teknologi tinggi China
- Mengancam akan melakukan langkah balasan setimpal
- Menyebut langkah AS ini akan berdampak negatif terhadap konsumen AS sendiri
China juga menegaskan bahwa mereka akan mengambil tindakan hukum terhadap kebijakan ini di forum internasional.
Pemerintah Beijing menyatakan siap melindungi hak dan kepentingan perusahaan-perusahaan China dengan segala cara.
Potensi Langkah Balasan China
Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, China memiliki banyak opsi untuk membalas kebijakan AS.
Beberapa potensi balasan yang mungkin dilakukan China antara lain:
- Menaikkan tarif terhadap produk-produk AS seperti pertanian, otomotif, atau energi.
- Menunda atau membatalkan pembelian produk Amerika, khususnya di sektor teknologi atau pertanian.
- Mengetatkan regulasi terhadap perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di China.
- Meningkatkan kerja sama ekonomi dengan negara lain, sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan terhadap AS.
Jika langkah-langkah ini diambil, maka bukan hanya AS dan China yang akan terdampak, tetapi juga ekonomi global secara luas.
Dampaknya bagi Ekonomi Global
Konflik dagang antara dua raksasa ekonomi ini tidak hanya berdampak bilateral, tetapi juga berpotensi mengguncang rantai pasok global.
Banyak negara yang selama ini menjadi bagian dari jaringan produksi multinasional akan terkena imbasnya.
Misalnya:
- Harga barang elektronik dan kendaraan listrik di pasar global bisa meningkat karena biaya impor yang lebih tinggi
- Rantai pasok untuk semikonduktor dan baterai EV bisa terganggu
- Investor global akan lebih berhati-hati dalam menanamkan modal di sektor yang terpengaruh
- Negara berkembang, terutama di Asia, bisa terkena efek limpahan dari ketegangan dagang ini
Perspektif Pelaku Industri
Para pelaku industri di AS dan China sama-sama menyuarakan kekhawatiran. Banyak perusahaan AS yang justru bergantung pada bahan baku atau produk setengah jadi dari China, sehingga tarif yang tinggi bisa menaikkan biaya produksi secara drastis.
Begitu pula dengan perusahaan China yang mengekspor ke AS, mereka menghadapi penurunan daya saing karena harga jual yang menjadi lebih mahal di pasar Amerika.
Beberapa asosiasi bisnis di AS juga meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tarif ini, karena dianggap kontraproduktif terhadap upaya pengendalian inflasi dan pemulihan ekonomi.
Apakah Ini Awal dari Perang Dagang Baru?
Banyak analis internasional menyebut langkah ini sebagai permulaan babak baru dari perang dagang AS-China.
Meski sebelumnya ada harapan bahwa hubungan dagang kedua negara bisa mencair pasca-pandemi, kenyataannya justru semakin tegang.
Langkah AS ini juga dianggap sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk membendung kebangkitan industri teknologi China.
Dengan tarif yang tinggi, AS berharap bisa memberikan waktu bagi industri dalam negeri untuk berkembang tanpa tekanan dari produk impor murah.
Namun di sisi lain, pendekatan ini dinilai berisiko tinggi, karena bisa memicu eskalasi balasan yang tidak terduga.
Kenaikan tarif pajak hingga 245 persen oleh AS terhadap produk China memicu respons keras dari Beijing.
Kebijakan ini tidak hanya berdampak langsung pada perdagangan kedua negara, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global.
Dengan ketegangan yang terus meningkat, penting bagi komunitas internasional untuk mendorong dialog dan mencari solusi damai yang saling menguntungkan.
Dunia saat ini membutuhkan kerja sama, bukan konflik berkepanjangan, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan energi, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. (ctr)