Categories: Nasional

AS Kritik QRIS dan GPN, Marwan: RI Harus Tegas Jaga Kedaulatan Sistem Pembayaran

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Asan, menegaskan pentingnya pemerintah untuk tetap berdiri tegak dalam menjaga kedaulatan digital nasional.

Pernyataan ini merespons kritik yang dilayangkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap penerapan sistem pembayaran nasional Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Dalam laporan terbaru dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), disebutkan bahwa kebijakan QRIS dan GPN di Indonesia dianggap membatasi akses perusahaan asing dalam sistem pembayaran domestik.

AS menyebut kebijakan ini sebagai penghambat perdagangan lintas negara di sektor digital dan elektronik.

Menanggapi hal itu, Marwan menilai bahwa sikap AS tersebut harus disikapi secara kritis dan proporsional.

Ia menegaskan bahwa QRIS dan GPN justru mencerminkan langkah maju Indonesia dalam membangun ekosistem keuangan digital yang mandiri, inklusif, dan aman.

“Kami mendorong pemerintah untuk tetap berdiri tegak pada prinsip kedaulatan digital dan perlindungan kepentingan nasional. Namun, ini tetap harus dilakukan dengan cara yang terbuka dan berbasis data, serta menjalin komunikasi yang sehat dengan mitra internasional,” kata Marwan dalam pernyataan tertulis, Kamis (24/4/2025).

Marwan Cik Asan serukan pemerintah tegas jaga kedaulatan digital di tengah kritik Amerika Serikat terhadap kebijakan QRIS dan GPN.

Komitmen terhadap Ekonomi Digital yang Berdaulat

Menurut Marwan, QRIS dan GPN bukanlah bentuk hambatan perdagangan, tetapi bagian dari strategi besar Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonomi digital nasional.

Sistem ini memberikan perlindungan terhadap data finansial masyarakat, mengurangi ketergantungan pada infrastruktur asing, dan memperluas akses layanan keuangan, khususnya bagi pelaku UMKM dan masyarakat rentan.

“Ini adalah kebijakan yang tidak hanya strategis, tetapi juga mendesak di era disrupsi digital saat ini,” ujarnya.

Ia menyebut sebelum hadirnya QRIS dan GPN, transaksi dalam negeri masih sangat tergantung pada sistem pembayaran internasional, yang seringkali mengenakan biaya tinggi karena proses settlement dilakukan di luar negeri.

Hal ini dinilai memberatkan UMKM yang merupakan ujung tombak perekonomian nasional.

Kini dengan QRIS dan GPN, transaksi menjadi lebih murah, cepat, dan efisien karena prosesnya terjadi di dalam negeri.

Ini memberikan keuntungan besar bagi pelaku usaha kecil menengah yang selama ini harus bersaing di tengah tantangan global.

Jangan Tutup Ruang Dialog Internasional

Meski tegas dalam mempertahankan kedaulatan digital, Marwan juga mengingatkan agar pemerintah tetap membuka ruang komunikasi dengan pihak luar.

Ia menyarankan agar Indonesia menjalin dialog terbatas dengan Pemerintah AS untuk menjelaskan konteks sebenarnya dari kebijakan QRIS dan GPN.

“Dialog ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kita perlu menjelaskan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari transformasi sistem pembayaran yang inklusif dan bukan bentuk proteksi ekonomi,” tegasnya.

Ia menambahkan, QRIS dan GPN justru dapat menjadi model yang bisa diterapkan di negara berkembang lainnya.

Standar interoperabilitas yang dikembangkan Indonesia bisa diadopsi di tingkat regional hingga global.

Diplomasi Ekonomi Digital dan Kolaborasi Kawasan

Lebih lanjut, Marwan melihat peluang besar bagi Indonesia untuk memimpin pengembangan sistem pembayaran digital di kawasan Asia Tenggara.

Ia menyebut integrasi QRIS dengan sistem pembayaran regional seperti SGQR (Singapura) dan PromptPay (Thailand) bisa menjadi awal dari kolaborasi yang lebih luas di tingkat ASEAN.

“Dengan memimpin integrasi regional ini, Indonesia bisa memperkuat daya tawarnya dalam forum-forum ekonomi digital global. Kita bukan hanya mempertahankan prinsip, tapi juga menawarkan solusi regional yang relevan,” ungkap Marwan yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI.

Langkah ini dinilai bisa memperkuat posisi tawar Indonesia dalam negosiasi perdagangan internasional dan menempatkan negara sebagai pelopor arsitektur keuangan digital yang adil dan berkelanjutan.

Kritik dari AS terhadap QRIS dan GPN seharusnya tidak membuat Indonesia mundur dari komitmen untuk membangun sistem pembayaran nasional yang mandiri.

Pemerintah perlu bersikap tegas menjaga kedaulatan digital, namun tetap menjalin diplomasi yang cerdas agar transformasi ekonomi digital Indonesia tidak disalahpahami sebagai hambatan perdagangan.

Justru, Indonesia bisa menjadikan QRIS sebagai standar regional dan global dalam membangun ekosistem keuangan yang inklusif dan tangguh.(vip)