Ariel NOAH Protes Aturan Direct Licensing, Ini Dampaknya bagi Musisi!

Ariel noah

Kegelisahan Ariel NOAH soal Aturan Direct Licensing bagi Penyanyi-Pencipta Lagu

Ariel NOAH menjadi salah satu dari 29 penyanyi Indonesia yang tergabung dalam manifesto Vibrasi Suara Indonesia (VISI).

Mereka secara resmi mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 7 Maret 2025.

Langkah ini diambil karena mereka merasa ada ketidakjelasan dalam beberapa pasal yang justru merugikan musisi dan pencipta lagu.

Sebagai musisi yang sudah lama berkecimpung di industri musik, Ariel mengungkapkan keresahannya mengenai aturan direct licensing yang dinilai membingungkan dan menciptakan ketidakpastian bagi para penyanyi dan pencipta lagu.

Baginya, sistem yang selama ini berjalan dengan melibatkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) sudah cukup jelas dan memberikan kepastian dalam distribusi royalti.

Ketidakpastian yang Merugikan Musisi

Musisi tolak uu hak cipta

Dalam konferensi pers, Ariel NOAH menyatakan keresahannya terkait aturan direct licensing yang dinilai merugikan musisi dan pencipta lagu.

Dalam konferensi pers yang digelar di SCBD, Jakarta, pada Rabu (19/3), Ariel menyatakan bahwa aturan dalam UU Hak Cipta yang ada saat ini justru menimbulkan polemik dan membingungkan musisi.

Ia menilai bahwa ketidakpastian yang terjadi menjadi salah satu kerugian terbesar bagi musisi yang ingin tetap berkarya dengan nyaman.

“Kerugian paling besar menurut saya adalah ketidakpastian. Kami terbiasa dengan aturan yang sudah ditetapkan. Mau nyanyi tinggal nyanyi, yang bikin acara akan membayarkan ke LMK, LMK ke pencipta,” ujar Ariel.

Namun, dengan adanya aturan direct license, proses yang sebelumnya jelas kini menjadi lebih rumit.

Ariel menyatakan bahwa ketidakjelasan aturan ini berpotensi merugikan musisi karena sistem pembayaran royalti menjadi tidak terstruktur dengan baik.

Direct Licensing yang Dinilai Tidak Resmi

Ariel secara tegas menyatakan bahwa ia tidak sepakat dengan sistem direct licensing karena aturan ini belum memiliki landasan hukum yang kuat.

Ia lebih mendukung skema distribusi royalti yang tetap melalui LMK karena dianggap lebih terorganisir dan memiliki dasar hukum yang jelas.

“Direct license ini kan enggak resmi, bikin bingung. Ini belum diatur dengan saksama, pajak, tarif, siapa yang bisa menentukan?” ujar Ariel.

Ketidakjelasan tarif dalam skema direct licensing menjadi salah satu perhatian utama Ariel.

Menurutnya, jika tidak ada aturan yang jelas mengenai cara menentukan tarif, maka para musisi akan kesulitan untuk menilai apakah pembayaran royalti yang mereka terima sudah sesuai dengan hak mereka.

“Sekarang mau riset dari mana tarifnya? Akhirnya bikin kita rugi, hidup dalam ketidakpastian,” lanjutnya.

Musisi Dihadapkan pada Ketidakpastian Saat Manggung

Pelantun “Di Atas Normal” itu juga menyoroti dampak ketidakjelasan aturan ini terhadap musisi yang rutin tampil dalam pertunjukan musik.

Ia mengungkapkan bahwa sistem direct licensing yang tidak jelas hanya akan membuat para musisi merasa gelisah setiap kali mereka manggung.

“Apalagi menunggu UU direvisi itu statusnya lumayan panjang. Pertunjukan ada setiap hari, tiap hari manggung dengan deg-degan. Kerugian paling utama itu, ya, ketidakpastian dan kebingungan buat saya,” jelas Ariel.

Menurutnya, sistem yang selama ini berjalan dengan melibatkan LMK sudah memberikan rasa aman bagi para musisi.

Mereka tidak perlu khawatir tentang bagaimana royalti mereka akan dibayarkan karena semuanya sudah memiliki aturan yang jelas.

Namun, dengan adanya sistem direct licensing, banyak aspek yang belum diatur sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Dampak Direct Licensing terhadap Hubungan Penyanyi dan Pencipta Lagu

Selain berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi musisi, Ariel juga menilai bahwa aturan ini dapat merusak perjanjian antara penyanyi dan pencipta lagu.

Biasanya, dalam proses kolaborasi antara penyanyi dan pencipta lagu, sudah ada kesepakatan yang mengatur bagaimana royalti akan dibagi.

Namun, dengan adanya direct licensing, kesepakatan tersebut bisa menjadi tidak berlaku.

“Ada banyak yang belum diatur di situ, termasuk concern saya soal pajaknya. Kalau transaksi antara orang, pajaknya gimana? Via LMK kan sudah diatur. Malah itu direct license yang bikin bingung. Apa lagi kalau itu dilakukan di tengah jalan, menurut saya agak sedikit kurang adil,” ucap Ariel.

Menurutnya, LMK sudah memiliki mekanisme yang terstruktur dalam mendistribusikan royalti secara adil kepada musisi dan pencipta lagu.

Dengan adanya direct licensing, ada kemungkinan bahwa hak pencipta lagu dan penyanyi tidak akan terjamin sebagaimana mestinya.

VISI Mengajukan Uji Materiil ke MK

Kegelisahan Ariel dan para musisi lainnya terkait multi tafsir dalam UU Hak Cipta menjadi latar belakang bagi Vibrasi Suara Indonesia (VISI) untuk mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.

VISI berharap bahwa uji materiil ini bisa menghasilkan keputusan yang lebih jelas dan adil bagi para musisi serta pencipta lagu di Indonesia.

Kuasa hukum VISI, Panji Prasetyo, mengungkapkan keyakinannya bahwa hakim di MK akan memahami permasalahan yang sedang dihadapi oleh para musisi.

Menurutnya, aturan dalam UU Hak Cipta saat ini memiliki kelemahan yang perlu segera diperbaiki agar tidak merugikan musisi.

“Kalau lagu, bisa dipakai sejuta orang pada saat yang sama. Kalau konsepsi itu digunakan sebagai hak cipta mutlak, itu kesalahan fatal.

Komposisi hakim sama, seperti dua tahun lalu. Saya yakin mereka sangat komprehensif dan mengerti sifat khusus UU Hak Cipta ini,” tutup Panji.

Harapan Musisi terhadap Regulasi Hak Cipta

Permohonan uji materiil yang diajukan VISI menunjukkan bahwa para musisi ingin adanya kepastian hukum yang lebih jelas terkait dengan sistem distribusi royalti di Indonesia.

Mereka berharap bahwa pemerintah dapat mengkaji ulang aturan dalam UU Hak Cipta agar lebih sesuai dengan kebutuhan industri musik saat ini.

Bagi Ariel dan para musisi lainnya, regulasi yang baik adalah regulasi yang memberikan kepastian dan keadilan bagi semua pihak.

Dengan adanya kejelasan dalam aturan, musisi bisa lebih fokus dalam berkarya tanpa harus khawatir tentang ketidakjelasan dalam sistem distribusi royalti mereka.

Dengan adanya perdebatan ini, diharapkan pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk memberikan kepastian hukum bagi para musisi di Indonesia.

Jika tidak segera ditangani, ketidakpastian dalam sistem royalti ini bisa berdampak buruk bagi industri musik Tanah Air di masa mendatang.(vip)