Alokasi 1 Persen Aset ke Bitcoin, Danantara Dorong Indonesia Jadi Pemilik BTC Ketiga Terbesar di Dunia

Danantra alokasi aset menjadi bitcoin

Wacana adopsi Bitcoin sebagai salah satu instrumen investasi oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara mulai mendapatkan sorotan tajam, terutama seiring meningkatnya pembelian aset kripto oleh institusi besar secara global.

Perkembangan ini menandai adanya pergeseran cara pandang terhadap aset digital, tidak lagi sekadar sebagai alat spekulatif, tetapi juga sebagai bagian dari strategi ekonomi jangka panjang.

Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, menilai bahwa dorongan ini mencerminkan pola pikir strategis dari pelaku industri terhadap potensi kripto dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Ia melihat adopsi ini sebagai langkah progresif menuju diversifikasi portofolio negara yang lebih modern dan adaptif.

“Kami melihat usulan ini sebagai usaha untuk membuat portofolio negara lebih beragam dan sesuai dengan perkembangan zaman. Amerika Serikat bahkan sudah mengumumkan strategi menyimpan aset digital seperti Bitcoin sebagai langkah jangka panjang,” kata Iqbal.

Menurut dia, penggunaan aset kripto seperti Bitcoin dapat menjadi keputusan strategis asalkan didukung oleh pengelolaan dan pengendalian risiko yang tepat. Bitcoin dipandang memiliki potensi untuk melindungi nilai aset negara dari ketidakpastian global dan tekanan nilai tukar yang tidak terduga.

Dalam skenario tertentu, apabila Danantara mengalokasikan hanya 1 persen dari total aset nasional yang saat ini bernilai Rp 14.670 triliun ke dalam Bitcoin, maka Indonesia langsung menempati peringkat ketiga dunia dalam hal kepemilikan BTC.

Posisi ini hanya kalah dari Amerika Serikat dan Tiongkok, dua negara yang telah lebih dahulu menjajaki aset digital sebagai bagian dari strategi keuangan negara mereka.

Namun demikian, wacana ini tidak diterima secara seragam oleh semua pihak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) justru menyarankan agar Danantara lebih dahulu mengeksplorasi instrumen investasi digital yang memiliki landasan hukum yang lebih kuat.

Contohnya adalah Real World Assets (RWA) yang sudah diubah jadi token dan bisa dijalankan lewat teknologi blockchain.

Bitcoin

Bitcoin 

Dalam pandangan OJK, tokenisasi aset nyata seperti properti, proyek infrastruktur, hingga komoditas dapat memberikan landasan hukum dan ekonomi yang lebih stabil. Instrumen ini dianggap lebih aman serta dapat diterima secara lebih luas di dalam kerangka kebijakan investasi negara.

Iqbal juga menyampaikan pendapat senada tentang potensi besar dari tokenisasi aset nyata. Menurutnya, RWA berperan sebagai jembatan yang menghubungkan ekosistem keuangan konvensional dengan teknologi blockchain modern secara bertahap dan terkendali.

“Cara ini memungkinkan penggabungan dunia nyata dengan sistem digital secara bertahap dan terencana,” katanya. Ia menambahkan bahwa tokenisasi dapat memberikan akses terhadap likuiditas global serta mendorong efisiensi investasi tanpa harus menanggung risiko volatilitas yang tinggi dari aset kripto murni seperti Bitcoin.

Di sisi lain, respons kritis datang dari akademisi dan praktisi investasi. Putu Anom Mahadwartha, pakar investasi dari Universitas Surabaya, menyampaikan penolakannya terhadap rencana adopsi Bitcoin oleh Danantara.

Ia menganggap kripto masih tergolong terlalu fluktuatif untuk dijadikan bagian dari pengelolaan investasi negara yang masih pada tahap awal pengembangan.

“Saya paham bahwa orang-orang di lembaga itu pintar. Tapi, menurut saya kripto masih cukup berisiko,” ujarnya.

Menurut Putu Anom, lembaga seperti Danantara seharusnya mengedepankan instrumen berperingkat investasi (investment grade) yang jelas tingkat risikonya. Dengan begitu, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara terukur dan tidak terjebak pada fluktuasi pasar yang ekstrem.

Ia meyakini bahwa jika ekosistem kripto di Indonesia mengalami kemajuan dan kompetensi pengelolanya meningkat, maka peluang untuk berinvestasi di aset digital masih tetap terbuka. Dengan kata lain, tidak ada urgensi untuk terburu-buru mengadopsi aset kripto saat ini, terutama dalam konteks investasi negara yang memerlukan akuntabilitas tinggi.

Wacana adopsi Bitcoin oleh Danantara menunjukkan adanya dinamika dalam merancang strategi investasi nasional yang lebih fleksibel terhadap inovasi teknologi. Namun di sisi lain, perdebatan ini juga menyoroti pentingnya prinsip kehati-hatian dan perencanaan yang matang dalam menyikapi potensi dan risiko dari setiap instrumen investasi baru, terutama yang berbasis digital. (dda)