Presiden AS Donald Trump berbicara soal strategi tarif baru terhadap produk China dalam konferensi pers di Gedung Putih.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan besar dalam kebijakan perdagangannya dengan menerapkan tarif impor resiprokal sebesar 32% terhadap produk-produk asal Indonesia.
Kebijakan ini menjadi bagian dari langkah agresif Trump dalam menciptakan keseimbangan perdagangan global yang selama ini, menurutnya, timpang dan merugikan Amerika Serikat.
Dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Trump menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang selama ini dianggap menerapkan tarif impor tinggi terhadap produk asal AS. Salah satu contoh yang disorot adalah tarif etanol.
Saat ini, Indonesia mengenakan tarif impor sebesar 30% terhadap etanol dari AS, jauh lebih tinggi dibandingkan AS yang hanya menerapkan 2,5% untuk produk sejenis.
“Brasil [18%] dan Indonesia [30%] mengenakan tarif yang lebih tinggi pada etanol dari Amerika Serikat [2,5%],” ujar Trump dalam pernyataannya di Washington DC, pada peringatan yang ia sebut sebagai Hari Pembebasan—yakni momen penetapan kebijakan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara mitra dagang.
Trump menilai bahwa kebijakan TKDN merupakan bentuk hambatan non-tarif yang secara sistematis mendiskriminasi produk asing.
Selain masalah tarif, Trump juga melayangkan kritik terhadap kebijakan domestik Indonesia yang dinilai menghambat akses pasar bagi produk AS.
Di antaranya adalah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mendorong penggunaan produk lokal dalam berbagai sektor industri.
Menurut Trump, kebijakan seperti itu tidak adil karena mempersulit produk asing untuk bersaing di pasar Indonesia.
Trump menilai bahwa kebijakan TKDN merupakan bentuk hambatan non-tarif yang secara sistematis mendiskriminasi produk asing.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti kompleksitas sistem perizinan impor di Indonesia yang disebut-sebut melibatkan terlalu banyak instansi, meskipun secara resmi kewenangan utama ada di tangan Kementerian Perdagangan.
“Rezim perizinan yang kompleks seperti ini membuat eksportir AS kesulitan untuk masuk ke pasar Indonesia. Ini jelas tidak seimbang dan tidak sesuai semangat perdagangan bebas,” katanya.
Dalam pernyataannya, Trump juga menyinggung soal prinsip Most Favoured Nation (MFN) yang diterapkan oleh negara-negara anggota World Trade Organization (WTO).
Menurutnya, AS selama ini telah terlalu sering “mengalah” dalam menerapkan tarif rendah sebagai bentuk komitmen terhadap perdagangan terbuka, namun tidak mendapat perlakuan serupa dari banyak negara lain.
“Anggota WTO memang sepakat mengikat tarif berdasarkan prinsip MFN. Tapi, itu bukan berarti mereka harus menetapkan tarif yang sama rendahnya dengan kami, dan itulah masalahnya. Ketimpangan ini tidak bisa terus dibiarkan,” tegas Trump.
Karena itu, Trump akhirnya merilis daftar negara yang dikenakan tarif resiprokal sebagai bentuk perlindungan terhadap sektor perdagangan dan industri AS.
Indonesia masuk dalam daftar tersebut, dengan tarif baru sebesar 32% yang akan mulai diberlakukan efektif per 9 April 2025.
Menanggapi keputusan sepihak dari pemerintah AS, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam.
Kementerian Perindustrian bersama sejumlah kementerian terkait saat ini tengah mengkaji beberapa langkah strategis untuk menghadapi kebijakan tersebut.
Salah satu langkah yang sedang dipertimbangkan adalah relaksasi terhadap kebijakan TKDN, khususnya untuk sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang banyak terdampak oleh kebijakan tarif tinggi dari AS.
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menjelaskan bahwa pihaknya sedang merumuskan skenario untuk memberikan kelonggaran pada sektor tertentu agar tetap kompetitif dan mampu menjaga hubungan dagang bilateral dengan Amerika Serikat.
“Relaksasi TKDN masih dalam tahap kajian mendalam. Kami belum bisa mengumumkan secara rinci sampai usulan resmi disampaikan ke pihak AS,” ungkap Faisol saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (7/4/2025).
Menurut Faisol, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian juga akan segera mengirimkan surat resmi kepada otoritas perdagangan AS yang berisi sejumlah usulan alternatif untuk menurunkan tensi perdagangan yang tengah memanas.
“Pak Menko Airlangga Hartarto dalam waktu dekat akan berangkat ke Washington DC untuk membahas hal ini secara langsung. Kami sudah menyiapkan beberapa opsi dan tinggal menunggu respon dari pihak AS,” tambahnya.
Saat ditanya mengenai besaran penyesuaian TKDN yang akan ditawarkan, Faisol tidak memberikan angka pasti.
Namun ia menegaskan bahwa penyesuaian ini hanya berlaku khusus untuk negosiasi dengan Amerika Serikat dan bukan untuk negara lain.
“Nantinya akan diumumkan. Yang jelas ini bersifat terbatas hanya untuk AS, sebagai bagian dari upaya menjaga hubungan bilateral,” ujarnya.
Kebijakan tarif resiprokal AS ini menjadi ujian berat bagi diplomasi ekonomi Indonesia. Di satu sisi, pemerintah dituntut untuk menjaga keberlanjutan ekspor nasional agar tidak terganggu.
Di sisi lain, ada dorongan kuat untuk tetap mempertahankan kebijakan domestik yang berpihak pada industri lokal.
Dalam jangka pendek, Indonesia harus mampu meyakinkan AS bahwa kebijakan TKDN dan regulasi perizinan bukan bentuk proteksionisme, melainkan strategi untuk memperkuat daya saing industri nasional.
Namun dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu memperkuat fondasi ekonomi agar tidak terlalu tergantung pada pasar ekspor tunggal seperti Amerika Serikat.
Keputusan Trump memang memicu tensi dagang yang baru, namun bisa juga menjadi momentum bagi Indonesia untuk mereformasi sistem perdagangan dan industri dalam negeri agar lebih adaptif dan resilien di tengah perubahan iklim global.(vip)